Ikhlas Bakti Bina Bangsa Berbudi Bawa Laksana

21 Desember 2023

Sri Sultan Hamengkubuwono IX sang Bapak Pramuka Indonesia

| 21 Desember 2023

 


Sri Sultan Hamengkubuwono IX sudah tidak asing lagi ditelinga kita, sebab ia telah dinobatkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Sri Sultan Hamengkubuwono IX merupakan Sultan Yogyakarta ke sembilan yang memiliki peranan penting dalam kepemimpinannya semenjak sebelum kemerdekaan  sampai pasca kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir pada 12 April 1912 di Ngasem, Yogyakarta dengan nama asli Gusti Raden Mas Dorodjatun. Dia merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. 

Sejak usianya dua tahun, Dorodjatun telah dinobatkan sebagai putra mahkota kerajaan Yogyakarta. Hal tersebut juga membuat dirinya, harus menempuh pendidikan dan tinggal di luar keraton pada usia empat tahun. Ia tinggal bersama keluarga Belanda, yaitu Mulder yang merupakan kepala Sekolah Neutrale Hollands Javaanse Jongens School di Gondokusuman.

Pendidikan Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Karena sejak kecil berada di dalam keluarga Belanda, ia pun menempuh pendidikan sebagaimana orang Belanda saat itu. Pada usia dini, ia memasuki Taman Kanak-kanak Frobel School dan Eerste Europheesche Lagere School B. 

Kemudian bersekolah di Neutrale Europheesche Lagere School setahun setelah kepindahannya dan tinggal bersama keluarga Cock. 

Pada tahun 1925 ia melanjutkan sekolahnya di sekolah menengah Hoogere Burgerschool (HBS) Semarang. Pada tahun 1928 ia pindah sekolah ke HBS Bandung karena merasa tidak cocok dengan lingkungan tempatnya ia tinggal. 

Semasa di Bandung ia tinggal bersama keluarga militer Belanda, Letkol De Boar. Belum tuntas pendidikannya ia diminta sang Ayah untuk pergi ke Belanda dan menimba ilmu disana, Maka, tahun 1930 berangkatlah ia ke Belanda dengan ditemani keluarga Hofland, seorang direktur pabrik gula. Setelahnya ia di Belanda, ia bersekolah di dua lembaga yang berbeda yaitu HBS B dan Stedelijk Gymnasium.

Pada tahun 1934 ia melanjutkan pendidikannya ke Leiden dan diterima di Universitas Leiden dan mengambil studi Indologi, yaitu studi tentang administrasi kolonial, etnologi dan kesusteraan di Hindia Belanda. 

Kemudian pada tahun 1939 ia kembali ke Indonesia, memenuhi panggil orangtuanya.

Dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta

Oktober 1939, ia dijemput oleh orangtuanya di Batavia dan menginap disana selama tiga hari. Kedatangannya disambut pula oleh Jendral Hindia Belanda serta dijamunya ia dan keluarga di Hotel Des Indes. 

Pada kesempatan tersebut pula, sang Ayah menyematkan sebuah keris Kiai Jaka Piturun yang merupakan sebuah simbol bahwa ia merupakan pewaris takhta kerajaan. 

Dalam perjalanannya pulang, sang Ayah tiba-tiba mengalami sebuah penyakit dan tidak sadarkan diri. Kemudian, tepat 22 Oktober 1939 Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dinyatakan meninggal dunia dan Dorodjatun naik takhta menggantikan sang Ayah. 

18 Maret 1940, ia dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono IX sekaligus menyandang dua gelar lain yaitu Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putra Narendra Mataram dan Sampeyan Dalam Ingkang Sinuwun Pangeran Sultan Hamengkubuwana Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Klaifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga. 

Perjuangan Masa Penjajahan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, banyak sekali penindasan terhadap pribumi tercapainya ambisi Jepang waktu itu. Dengan program kerja paksanya atau romusha Jepang melakukan tindakan-tindakan eksploitasi masyarakat. 

Melihat kekejaman Jepang tersebut, Hamengkubuwono mengajukan pembangunan kanal irigasi yang menyambungkan Kali Progo dan Kali Opak kepada Jepang. Hal tersebut dilakukan untuk menghindarkan rakyatnya dari romusha. 

Pada 1942 ia juga melakukan beberapa reformasi di lingkungan kesultanannya dengan mengganti instansi-instansi yang berbahasa Belanda diganti dengan bahasa Jawa. 

Masa Kemerdekaan Indonesia 

Sejak diproklamasikannya kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, Hamengkubuwono IX menyambut hal tersebut dengan menyatakan kesediaannya bergabung dengan NKRI. Untuk mewujudkannya maka, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menerbitkan Amanat 5 September 1945 serta membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah di Yogyakarta. 

Pasca kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, maka tentara sekutu datang kembali ke Indonesia sehingga membuat keadaan Jakarta menjadi tidak aman. Pada tanggal 2 Januari 1946 Sultan Hamengkubuwono IX menuliskan surat kepada Soekarno dan menawarkan kesediaan Yogyakarta untuk menjadi Ibu Kota sementara hingga situasi aman kembali. Karena keadaan tersebut akhirnya pada tanggal 4 April 1946 Yogyakarta menjadi Ibu Kota Negara. 

Sejak saat itulah, Sultan memberlakukan segala aktivitas di Yogyakarta menggunakan Bahasa Indonesia. Sebagian lahan dari Keraton pun dihibahkannya untuk dijadikan Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Di Pemerintahan RI Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga masuk dalam jajaran kabinet Sjahrir III, terhitung sejak tahun 1947 kemudian menjadi Menteri Negara pada masa kabinet Amir Sjafruddin I, II dan kabinet Hatta I. 

Pada 2 September 1948 terjadi Agresi Militer II dari Belanda yang melancarkan serangan ke Yogyakarta. Sultan mengupayakan agar Belanda tidak masuk ke dalam keraton dengan memerintahkan untuk menutup seluruh gerbang keraton. Namun, pada tahun 1949 Sultan harus mengundurkan diri dari Gubernur DI Yogyakarta saat itu. 

Mengingat serangan tersebut yang berkepanjangan Sultan mengusulkan kepada Jendral Sudirman untuk melancarkan serangan terhadap Belanda. Kemudian, secara rahasia ia melakukan sebuah pertemuan dengan Letkol Soeharto menyusun rencana penyerangan yang kemudian dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret. 

Bapak Pramuka Indonesia

Sejak muda Sultan senantiasa bergelut dengan dunia kepanduan dan menjadi Pandu Agung atau Pemimpin Kepanduan. Maka, pada saat tahun 1961 Soekarno memiliki rencana untuk meleburkan organisasi-organisasi dalam satu wadah kepanduan selalu melibatkan Sultan untuk berkonsultasi soal kepanduan. 

Pada tanggal 9 Maret 1961 dibentuk sebuah kepanitiaan untuk merencanakan pembentukan wadah kepanduan yang kemudian dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pada tanggal 14 Agustus 1961 Soekarno melakukan penganugerahan Panji Pramuka yang kemudian kita sebut sebagai Hari Pramuka. 

Kemudian Sri Sultan Hamengkubuwono IX didapuk menjadi Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka selama empat periode yaitu, 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970, dan 1970-1974. Kemudian Sri Sultan Hamengkubuwono IX lebih dikenal dengan Bapak Pramuka Indonesia yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia pada tahun 1973-1978.

Sri Sultan Hamengkubuwono dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 2 Oktober 1988 setelah mengunjungi Negara Jepang dan Amerika Serikat. Kemudian disemayamkan di Bangsal Kencono, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar